MAKALAH
"TAQWA DAN RUANG LINGKUP"
Disusun Oleh :
KELOMPOK : 7(Tujuh)
Nama :
Cut
Arlita
Wida Irma
Mukaramah
Kelas : 1B Ilmu komunikasi
Dosen
Pengasuh : Iskandar,S.Ag.MA
PROGRAM STUDI
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU
SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS
MALIKUSSALEH
2014
KATA
PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya yang
senantiasa dilimpahkan kepada kita semua. Selawat dan Salam kita sanjung
sajikan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita ke alam yang
berpengetahuan .
Penulis merasa bahagia dapat menyelesaikan
makalah ini , makalah ini berisi tentang “TAQWA dan RUANG LINGKUP” adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah
agama.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada anggota kelompok yang sudah berusaha bekerjasama dalam pembuatan makalah
ini , dan penulis juga mengucapkan kepada bapak ISKANDAR,S.Ag.MA yang telah membimbing kami dalam hal
material.
Akhir kata “Tiada Gading yang Tak Retak”
tiada manusia yang terlepas dari kesalahan. Penulis menyadari adanya kekurangan
dari makalah ini, maka dari itu, penulis mengharap kritik dan saran. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin ..
Buket Indah, 08 Desember 2014
Kelompok 7
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
.................................................................. x
Daftar Isi
............................................................................. xi
BAB I
Pendahuluan
a. Latar
Belakang .......................................................... 1
b. Rumusan
Masalah ..................................................... 2
c. Tujuan
....................................................................... 2
BAB II
Pembahasan
a. Pengertian
Taqwa ..................................................... 3
b. Makna
Taqwa ........................................................... 4
c. Ruang
Lingkup Taqwa ............................................. 6
d. Ciri-ciri
Taqwa ......................................................... 16
BAB III
Penutup
a.
Kesimpulan
............................................................. 18
b.
Saran
........................................................................ 18
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
. A. Latar Belakang
Taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan tindakan
seseorang untuk melindungi dirinya dari hukuman Allah dengan ketundukan total kepada-Nya.
Asal-usul taqwa adalah menjaga dari kemusyrikan, dosa dari kejahatan dan
hal-hal yang meragukan (syubhat).
Seruan Allah pada surat Ali Imran ayat 102
yang berbunyi, “Bertaqwalah kamu sekalian dengan sebenar-benarnya taqwa dan
janganlah kamu sekali-kali mati kecuali dalam keadaan muslim”, bermakna bahwa
Allah harus dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak dilupakan,
disyukuri dan tidak dikufuri.
Taqwa adalah bentuk peribadatan kepada seakan-akan kita melihat-Nya dan jika kita
tidak melihat-Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihat kita. Taqwa adalah tidak terus menerus melakukan maksiat dan tidak terpedaya
dengan ketaatan. Taqwa kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang
selalu berada dalam keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia
melihatnya selalu.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah
menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”.
Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada bukan sekedar dengan berpuasa di
siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi
hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah
dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah
menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas
kebaikan
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at,
bukan dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu dituntut di setiap kondisi, di
mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada
Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau ketika berada di
tengah keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya Syaikh
Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu taqwa ?
C. Tujuan Penulisan
1. Ingin mengetahui apa itu taqwa?
2. Ingin mengetahui bagaimana ruang
lingkup taqwa?
3. Ingin mengetahui bagaimana ciri- ciri
orang bertaqwa?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Taqwa
Secara etimologis , kata “taqwa”
berasal dari kata waqa, yaqi dan wiqayah yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi. Adapun secara terminologis, kata “taqwa” berarti
menjalankan apa yang diperintahankan oleh Allah dan menjauhi segala apa yang
dilarang-Nya atau sikap memelihara
keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama islam. Taqwa secara
bahasa berarti penjagaan/ perlindungan yang membentengi manusia dari
hal-hal yang menakutkan dan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, orang yang
bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan
mengerjakanperintah-Nya dan tidak melanggar larangan-Nya kerena takut
terjerumus ke dalam perbuatan dosa. Allah swt berfirman:(Q.S.Ali Imran [3]:102)
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman!
Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati
kecuali dalam keadaan muslim.
Taqwa adalah
sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap sesuatu
dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat salah
dan melakukan kejahatan pada orang lain, diri sendiri dan lingkungannya.
3
B.
Makna Taqwa
Dalam Al-Quran hanya terdapat satu ayat yang secara eksplisit menyebut kata
haqiq (haqiqat), tapi ada 227 ayat yang tafsirnya lain, akan tetapi memiliki
hakikat yang sama dengan hakikat. Diantaranya :
1. “Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah
kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya; dan jangan sekali-kali
kamu mati, melainkan dalam keadaan beragama islam” (Q.S. Ali Imran 102).
2. “Apa yang telah kami ciptakan itulah yang
benar, yang datang dari tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang yang
ragu-ragu” (Q.S. 3:60).
3. “Sesungguhnya manusia betul-betul berada dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan saling
menasehati tentang haq (kebenaran) dan kesabaran”. (Q.S. Al-‘Ashri : 1-3).
Mayoritas ulama
tafsir berpendapat, ayat pertama di atas mansukh (dihapus), atau tabdil
(hukumnya diubah) dengan ayat “fattaqullah mastatha’tum” (bertaqwalah kepada
Allah sesuai kesanggupanmu) (Q.S. Al-Taghabun: 16).
Pada mulanya, ketika ayat di atas (hakikat taqwa)
turun, banyak diantara para sahabat yang gelisah, karena hakikat berarti taat
yang terus menerus, tidak pernah mendurhakai, syukur secara terus menerus dan
tidak pernah mengingkari, mengingat terus dan tidak pernah melupakan-Nya.
Kemudian sahabat itu berkata, tidak mungkin seorang hamba mampu bertaqwa dengan
sebenar-benarnya taqwa (hakikatnya) sesuai bunyi ayat di atas.
4
Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat
penting dalam agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok
dan ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
Umar
bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah
menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”.
Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan
berpuasa di siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan
tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang
diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa
yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan
di atas kebaikan.
Termasuk
dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang datang dari
Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at, bukan dengan
tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu dituntut
di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan
selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian
atau ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy
al-Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah).
5
1.
Hubungan dengan Allah SWT
Seorang
yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada
Allah SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat sehingga kita dapat menghindari dari kejahatan dan kemunkaran
serta membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Memelihara
hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara
sunguh-sungguh dan ikhlas seperti mendirikan shalat dengan khusyuk
sehingga dapat memberikan warna dalam kehidupan kita, melaksanakan puasa
dengan ikhlas dapat melahirkan kesabaran dan pengendalian diri, menunaikan
zakat dapat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan kita dari ketamakan.
Dan hati yang dapat mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari takabur
dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Segala perintah-perintah Allah
tersebut ditetapkannya bukan untuk kepentingan Allah sendiri melainkan
merupakan untuk keselamatan manusia.
Ketaqwaan kepada Allah dapat dilakukan dengan cara beriman
kepada Allah menurut cara-cara yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya
untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia, seperti yang terdapat
dalam surat Ali-imran ayat 138 yang artinya:
“inilah
(Al-quran) suatu ketenangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi
orang-orang yang bertaqwa “. (QS. Ali-imran 3:138)
6
Manusia juga harus beribadah kepada Allah dengan menjalankan
shalat lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa selama sebulan penuh
dalam setahun, melakukan ibadah haji sekali dalam seumur hidup, semua itu
kita lakukan menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.
Sebagaihamba Allah sudah sepatutnya kita bersyukur atas segala nikmat
yang telah diberikan-Nya, bersabar dalam menerima segala cobaan
yang diberikan oleh Allah serta memohon ampun atas segala dosa yang
telah dilakukan.
2.
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Selain
kita harus bertaqwa kepada Allah dan berhubungan baik dengan sesama serta
lingkungannya, manusia juga harus bisa menjaga hati nuraninya dengan baik seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil, ikhlas,
berani, memegang amanah, mawas diri dll. Selain
itu manusia juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya karena tak banyak diantara umat manusia yang tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya sehingga semasa hidupnya
hanya menjadi budak nafsu belaka seperti yang tertulis
dalam Al-quran Surat Yusuf ayat 53 yang artinya:
“Dan aku tidak membebaskan diriku (berbuat
kesalahan), sesungguhnya nafsu itu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
siapa yang diberi rahmat oleh tuhanku. Sesungguhnya tuhanku maha
pengampum lagi maha penyayang”. (QS. Yusuf
12:53)
Maka dari itu umat manusia harus bertaqwa kepada Allah dan
diri sendiri agar mampu mengendalikan hawa nafsu tersebut.
7
Taqwa
dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri melahirkan sikap –sikap tertentu
antara lain:
1)
Al-amanah, yaitu setia dan dapat dipercaya
2)
Al-shidiq, yaitu benar dan jujur
3)
Al-adil, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya
4)
Al-‘iffah, yaitu menjag dan memelihara kehormatan diri
5) Al- haya, yaitu merasamalu terhadap
Allah dan diri sendiri, apabila membuat pelanggaran hukum atau norma
6)
Al-quwwah, yaitu kekuatan fisik, jiwa,semangat
7) Al-shabr, yaitu sabar ketika harus melaksanakan
perintah, menghindari larangan, dan ketika ditimpa musibah
Ketaqwaan terhadap
diri sendiri dapat ditandai dengan ciri-ciri, antara lain : Sabar, Tawaqal,
Syukur, dan Berani.
Sebagai umat manusia kita harus bersikap sabar dalam menerima apa saja
yang datang kepada dirinya, baik perintah, larangan maupun musibah. Sabar
dalam menjalani segala perintah Allah karena dalam pelaksanaan perintah
tersebut terdapat upaya untuk mengendalikan diri agar perintah itu bisa
dilaksanakan dengan baik. Selain bersabar, manusia juga harus selalu berusaha
dalam menjalankan segala sesuatu dan menyerahkan hasilnya kepada Allah
(tawaqal) karena umat manusia hanya bisa berencana tetapi Allah yang
menentukan, serta selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah dan
berani dalam menghadapi resiko dari seemua perbuatan yang telah ditentukan.
8
3.
Hubungan manusia dengan manusia
Agama islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai
kekeluargaan, kemasyarakatan, kebangasaan dll. Semua konsep tersebut
memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berhubungan dengan manusia dengan manusia
(hablum minannas) atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan, manusia
diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka hidup
berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dan bernegara. Mereka saling membutuhkan
satu sama lain sehingga manusia dirsebut sebagai makhluk social. Maka tak
ada tempatnya diantara mereka saling membanggakan dan menyombongkan diri.,
sebab kelebihan suatu kaum tidak terletak pada kekuatannya, harkat dan
martabatnya, ataupun dari jenis kelaminnya karena bagaimanapun semua
manusia sama derajatnya dimata allah, yang membedakannya adalah
ketaqwaannya. Artinya orang yang paling bertaqwa adalah orang yang paling
mulia disisi allah swt.
Hubungan dengan allah menjadi dasar bagi hubungan sesama
manusia. Hubungan antara manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara
lain dengan mengembangkan cara dan gaya hidupnya yang selaras dengan nilai
dan norma agama, selain itu sikap taqwa juga tercemin dalam bentuk
kesediaan untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan
keberpihakan pada kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu orang yang
bertaqwa akan menjadi motor penggerak, gotong royong dan kerja sama dalam
segala bentuk kebaikan dan kebijakan.
9
Surat
Al-baqarah ayat 177:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat
itu suatukebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada allah, hari kemudian, malaikat, kitab, nabi, danmemberikan harta
yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, oaring miskin,
musafir(yangmemerlukan pertolongan), dan orang-orangyang meminta-minta,
dan (merdekakanlah)hamba sahaya, mendirikan shalat danmenunaikan
zakat. Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan
orang yang bersabar dalam kesempatan, penderitaan, dan dalam peperangan.
Merekaitulah orang yang benar(imannya)mereka itulah orang yang bertaqwa.
(Al- baqarah 2:177).
Dijelaskan bahwa ciri-ciri orang bertaqwa ialah orang yang
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat dan kitab Allah. Aspek
tersebut merupakan dasar keyakinan yang dimiliki orang yang bertaqwa dan
dasar hubungan dengan Allah. Selanjutnya Allah menggambarkan hubungan kemanusiaan,
yaitu mengeluarkan harta dan orang-orang menepati janji. Dalam ayat ini
Allah menggambarkan dengan jelas dan indah, bukan saja karena aspek tenggang
rasa terhadap sesama manusia dijelaskan secara terurai, yaitu siapa saja
yang mesti diberi tenggang rasa, tetapi juga mengeluarkan harta
diposisikan antar aspek keimanan dan shalat.
4. Hubungan
Manusia dan Lingkungan Hidup
Hubungan manusia dengan alam lingkungan hidup Islam
menempatkan manusia dalam konteks ruang dan waktu, karena itu Islam mengatur
hubungan manusia dengan dua aspek tersebut.
10
Dalam konteks keruangan, Islam menata hubungan
manusia dengan alam secara harmonis dan
seimbang dengan meletakan Allah sebagai sumber dan pemilik mutlak. Penempatan
Allah sebagai Pemilik Mutlak menjadikan pemilikan alam oleh manusia menjadi relatif
dan sementara yang mengandung konsekuensi dalam bentuk tanggung jawab. Alam
disediakan Allah sebagai bekal agar manusia dapat bertahan dan mempertahankan
hidupnya di tengah alam semesta. Karena manusia sebagai makhluk fisik perlu
memenuhi kebutuhan hidupnya seperti makan dan minum dari bahan-bahan yang
terdapat di alam. Manusia mengolah alam dengan menggunakan potensi akal yang
dimilikinya sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi. Akan tetapi akal manusia
tidak bisa memecahkan segalanya, karena itu ia memerlukan petunjuk Tuhan. Akal
mendorong manusia mengembangkan kemampuan mengolah dan memanfaatkan alam untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya, sedangkan wahyu difungsikan sebagai pembimbing
dan pengarah agar manusia tidak melampaui batas-batas pemilikannya sesuai
dengan peraturan Allah. Pelanggaran terhadap peraturan Allah bukan saja melahirkan
dosa secara spiritual, tetapi juga mengakibatkan kecelakaan dan kebinasaan
manusia itu sendiri di tengah alam. Melalui wahyu, Allah menggariskan batas
pemanfaatan alam agar manusia tetap mampu mempertahankan hidupnya secara
lestari dari generasi ke generasi secara terus menerus. Dasar pemanfaatan alam
dalam ajaran Islam tidak terlepas dari misi risalah, yaitu “rahmatan lil’alamin”
memberikan rahmat kepada seluruh alam.
11
Memberikan
rahmat kepada alam diaplikasikan dengan cara memandang alam bukan semata-mata
untuk kepentingan manusia saja, tetapi juga untuk kepentingan alam itu sendiri
sehingga keutuhan dan kelestariannya dapat terjaga dengan baik. Dalam
hubungannya dengan alam, Ishlah diaplikasikan dalam bentuk perbaikan
(rehabilitasi) dan pemeliharaan (konservasi) alam sebagai wujud tanggung
jawabnya. Pemanfaatan alam oleh manusia mengakibatkan kerusakan pada alam,
karena itu tanggung jawabnya adalah dengan melakukan perbaikan terhadap
kerusakan yang ditimbulkannya, seperti penanaman kembali hutan yang gundul dan
sebagainya. Demikian pula pemeliharaan terhadap alam dilakukan dengan
memelihara dan mempertahankan keutuhannya, seperti mengembalikan hewan-hewan
yang ditangkap
kepada
habitatnya. Sebagian makna islah dalam Alquran berkaitan dengan memperbaiki
suatu kesalahan yang dilakukan terhadap lingkungan, termasuk diantaranya
lingkungan alam. Manusia sebagai makhluk fisik, memiliki kebutuhan untuk hidup
dan mempertahankan kehidupannya di muka bumi. Kebutuhan hidup tersebut
menyangkut makanan, minuman, pakaian, perumahan, dan sebagainya. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, alam menyediakan bahan- bahan dasar yang dapat diolah untuk
menghasilkan dan memenuhi kebutuhan manusia. Dalam hubungan inilah biasanya
terjadi kontak manusia dengan alam lingkungannya dengan memanfaatkan dan membudidayakannya.
Sebagai makhluk yang berakal, manusia memiliki kemampuan untuk membuat
perubahan-perubahan terhadap lingkungannya sehingga bahan-bahan yang disediakan
alam dirubah menjadi barang keperluan hidup.
12
Dalam
kontak manusia dengan alam, terjadi perubahan-perubahan pada manusia dan alam
itu sendiri. Setiap perubahan membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu, baik
yang bersifat positif maupun negatif. Perubahan yang bersifat positif adalah
perubahan yang saling menguntungkan antara manusia dengan alam. Karena itu,
hubungan baik dengan alam adalah hubungan antara manusia dengan alam yang
ditata secara seimbang antara pemenuhan kebutuhan manusia dengan kebutuhan alam
itu sendiri. Alam merupakan sistem yang telah ditata menurut hukum-hukum yang
telah ditetapkan Allah atas alam (sunnatullah) secara seimbang (tawazun)
sehingga terjadi suatu kesatuan yang sistemik di antara unsur-unsur alam itu. Dalam
kontak manusia dengan alam, kesatuan sistemik dalam alam itu seringkali
terganggu sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada alam yang
dapat merugikan manusia dan alam itu sendiri. Dalam hubungan ini, manusia
dengan alam memerlukan hubungan yang harmonis dan seimbang sehingga kedua belah
pihak dapat memperoleh keuntungan. Manusia yang memandang alam semata-mata
sebagai obyek akan memanfaatkan alam tanpa memikirkan akibat-akibat yang ditimbulkannya
berupa kerusakan alam. Karena itu, hubungan manusia dengan alam menjadi penting
dan menentukan masa depan manusia dan alam itu sendiri. Perubahan yang
dilakukan oleh manusia apabila direncanakan dengan baik, dipikirkan secara
sistematis, dan dilaksanakan secara konsisten, maka perubahan tersebut dapat
berakibat positif dan seringkali disebut sebagai proses pembangunan.
Pembangunan adalah perubahan yang berorientasi kepada kebaikan untuk manusia
dan alam.
13
Kebaikan
untuk manusia dalam bentuk peningkatan kualitas dan kesejahteraan hidup,
sedangkan kebaikan untuk alam adalah terpelihara dan lestarinya sumber daya
alam. Hubungan antara manusia dengan lingkungan alam tempat tinggalnya
digambarkan para ahli lingkungan sebagai hubungan yang saling menunjang dan
mempengaruhi. Manusia memperoleh manfaat dari lingkungan alam seperti udara
yang sehat, hutan yang lebat, dan air yang jernih dan sehat.
Sumber
daya alam apabila digunakan secara bertanggung jawab manfaatnya akan
berlangsung lama. Sikap yang bertanggung jawab terhadap lingkungan merupakan
realisasi dari islah terhadap alam. Taqwa dalam kaitan hubungan dengan alam
berkaitan pula dengan perbaikan alam yang telah rusak sebagai akibat kesalahan
manusia dalam memanfaatkannya, seperti hutan yang gundul akibat ekploitasi
hutan yang tanpa batas. Taqwa di sini, diwujudkan dalam bentuk reboisasi dan
renovasi lingkungan sehingga lingkungan alam kembali berfungsi seperti semula
dan mendatangkan manfaat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Berdasarkan
pemahaman di atas, nampaklah bahwa perilaku taqwa dalam hubungan dengan
lingkungan alam, baik melalui konservasi maupun renovasi akan mendatangkan
kesejahteraan bagi manusia. Dalam kaitan dengan alam, perilaku taqwa dapat
dilawankan dengan fasid yang berarti rusak, baik dalam konteks kerusakan fisik
maupun non-fisik. Allah menganjurkan agar manusia menjaga dan memelihara lingkungan
alam yang ada di sekelilingnya, baik di daratan maupun lautan. Kerusakan
lingkungan
alam lebih banyak disebabkan karena manusia tidak mampu membatasi keinginannya
atau menahan hawa nafsunya untuk menguasai atau memiliki sesuatu.
14
Dominasi
manusia terhadap lingkungan alam tidak terjadi sama dan merata di permukaan
bumi, karena dipengaruhi oleh seberapa jauh kelompok manusia itu telah
mengembangkan budaya dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
IPTEK dapat meningkatkan kesejahteraan manusia, tetapi bersamaan dengan itu
membawa pula dampak bagi kelestarian alam. Kerusakan lingkungan telah
diisyaratkan Alquran sebagai akibat perbuatan manusia yang tanpa batas:
Telah tampak kerusakan di darat dan
di laut disebabkan karena perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).(QS. Ar-Rum, 30:41)
Allah
telah mengatur tata kehidupan ini dengan harmonis, tetapi manusia tidak puas
dengan keadaan itu. Adanya kerakusan dan ketamakan dalam mencapai kepuasan
material, manusia tidak segan-segan membuat kerusakan terhadap alam sekitarnya.
Berpacunya teknologi seiring dengan tumbuhnya industri yang membutuhkan sumber
alam yang langka (terbatas) telah meninggalkan dampak kerugian bagi umat
manusia sekarang dan generasi yang akan datang. Pengurasan sumber alam, polusi
udara, air dan udara adalah indikator teknologi saat ini yang merupakan biaya
kemanusiaan yang tidak bisa diukur secara kuantitatif. Dengan demikian taqwa
dalam hubungan dengan alam diungkapkan dalam bentuk kepedulian terhadap
lingkungan hidup, memelihara dan melestarikannya.Pemanfaatan alam sebagai
pemenuhan kebutuhan manusia dilakukan secara bertanggung jawab. Hal ini
merupakan amanat Allah yang melekat pada kekhalifahan manusia di muka bumi.
15
Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-yat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. (QS.7:96)
Ciri- ciri Orang Taqwa Menurut Al-qur'an
a.
Surat al baqarah 2 -
5 :Al Kitab ini (Al Quran) adalah petunjuk buat orang yang bertaqwa, dengan
ciri sebagai berikut:
Ø Beriman pada yang ghaib
Ø Mendirikan salat
Ø Menafkahkan sebagaian rezeki yang ALlah kurniakan kepadanya
Ø Beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad saw) dan sebelum mu.
Ø Yakin kepada hari akhirat
Setiap manusia tak kira agama
apapun memungkinkan untuk menjadi insan yang taqwa, Mendirikan salat misalnya,
Dalam bahasa melayu "salat" disebutnya juga sembahyang.Setiap agama
mengajarkan sembahyang, Hanya cara, metoda, waktu dan tempat yang berbeda-beda.
b. Surat Al baqarah 177, Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa dengan ciri-ciri sbb :
Ø Beriman kepada Allah,hari
akhirat,malaikat-malaikat,kitab-kitab,nabi-nabi.
Ø Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat,anak-anak
yatim,orang-orang miskin,musafir (orang dalam perjalanan),orang yang
meminta-minta.
16
Ø Membebaskan perbudakan
Ø Mendirikan salat
Ø Menunaikan zakat
Ø Memenuhi janji bila berjanji
Ø Bersabar dalam dalam kesengsaraan,penderitaan dan dalam waktu peperangan.
c.
Surat Aali 'Imraan
133 - 135, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan mu dan surga
yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang
bertaqwa, yaitu :
Ø Orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada waktu lapang maupun sempit
Ø Orang-orang yang menahan amarahnya
Ø Orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain
Ø Dan (juga) orang-orang yang apabila berbuat keji atau zalim terhadap dirinya,
mereka ingat kepada Allah dan memohon ampun
atas dosa-dosanya.
Ø Dan Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu.
17
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ketaqwaan bermakna luas. Hal ini dapat diketahui dari
definisi para ulama yang menerangkan bahwa ketakwaan ialah upaya seorang hamba membuat
pelindung antara dirinya dengan sesuatu yang ia takuti. Dengan begitu, seorang
hamba yang ingin bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, berarti ia ingin
membangun pelindung antara dirinya dari Allah Azza wa Jalla yang ia takuti
kemarahan dan kemurkaan-Nya, dengan melaksanakan amal ketaatan dan menjauhi
larangan-Nya. Dari berbagai makna yang terkandung
dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam agama islam dan kehidupan
manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala pekerjaan seorang
muslim. Taqwa tidak hanya berhubungan
dengan Allah swt, tetapi juga berhubungan dengan manusia dengan dirinya
sendiri, antar sesama manusia, dan dengan Lingkungan Hidup.
B.
Saran
Sebagai umat muslim dan
hamba Allah SWT, ada baiknya kita bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah Allah swt dan
meninggalkan segala perbuatan dosa dan maksiat, baik yang kecil maupun yang
besar. Mentaati dan mematuhi perintah Allah adalah kewajiban setiap muslim. Dan
juga, seorang muslim yang bertakwa itu sebaiknya membersihkan dirinya dengan
segala hal yang halal karena takut terperosok kepada hal yang haram.
18
DAFTAR PUSTAKA
Azra. Azumardi, Dr. Prof. Dkk, Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum: Jakarta. 2002
Cholid, M, Drs. M, M.Ag, dkk. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Bandung:STPDN Press, 2003
Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum
Negeri,Penerbit.PT Ahsana Indah Kitab,Jakarta:1994
Husein, Mochtar. 2008. Hakikat Islam Sebuah Pengantar
Meraih Islam Kaffah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Mufid AR, Ahmad. 2008. Tanya Jawab Aqidah Islamiah. Yogyakarta :
Insan Madani
19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar