Jumat, 18 September 2015

TAQWA DAN RUANG LINGKUP


MAKALAH
"TAQWA DAN RUANG LINGKUP"


 Disusun Oleh :
KELOMPOK : 7(Tujuh)
Nama                          : Cut Arlita
                                  Wida Irma
                                  Mukaramah
Kelas                        :  1B Ilmu komunikasi
Dosen Pengasuh      :  Iskandar,S.Ag.MA



PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2014

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada kita semua. Selawat dan Salam kita sanjung sajikan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita ke alam yang berpengetahuan .
 Penulis merasa bahagia dapat menyelesaikan makalah ini , makalah ini berisi tentang “TAQWA dan RUANG LINGKUP” adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah agama.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada anggota kelompok yang sudah berusaha bekerjasama dalam pembuatan makalah ini , dan penulis juga mengucapkan kepada bapak ISKANDAR,S.Ag.MA  yang telah membimbing kami dalam hal material.
Akhir kata “Tiada Gading yang Tak Retak” tiada manusia yang terlepas dari kesalahan. Penulis menyadari adanya kekurangan dari makalah ini, maka dari itu, penulis mengharap kritik dan saran. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin ..

Buket Indah, 08 Desember 2014

Kelompok 7



DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................            x
Daftar Isi .............................................................................            xi
BAB I
Pendahuluan      
a.     Latar Belakang ..........................................................             1
b.     Rumusan Masalah .....................................................             2
c.      Tujuan .......................................................................             2
BAB II
Pembahasan
a.     Pengertian Taqwa .....................................................              3
b.     Makna Taqwa ...........................................................             4
c.      Ruang Lingkup Taqwa .............................................              6
d.     Ciri-ciri Taqwa .........................................................              16

BAB III
Penutup
a.     Kesimpulan .............................................................              18
b.    Saran ........................................................................             18

Daftar Pustaka








BAB I
PENDAHULUAN

.     A. Latar Belakang

Taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan tindakan seseorang untuk melindungi dirinya dari hukuman Allah dengan ketundukan total kepada-Nya. Asal-usul taqwa adalah menjaga dari kemusyrikan, dosa dari kejahatan dan hal-hal yang meragukan (syubhat).
Seruan Allah pada surat Ali Imran ayat 102 yang berbunyi, “Bertaqwalah kamu sekalian dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu sekali-kali mati kecuali dalam keadaan muslim”, bermakna bahwa Allah harus dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.
Taqwa adalah bentuk peribadatan kepada Allah-green.svg seakan-akan kita melihat-Nya dan jika kita tidak melihat-Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihat kita. Taqwa adalah tidak terus menerus melakukan maksiat dan tidak terpedaya dengan ketaatan. Taqwa kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu berada dalam keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya selalu.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah-green.svg bukan sekedar dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at, bukan dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah



1

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu taqwa ?
2. Bagaimana ruang lingkup taqwa?

C. Tujuan Penulisan

1. Ingin mengetahui apa itu taqwa?
2. Ingin mengetahui bagaimana ruang lingkup taqwa?
3. Ingin mengetahui bagaimana ciri- ciri orang bertaqwa?













2

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Taqwa
Secara  etimologis ,  kata  “taqwa” berasal dari kata waqa, yaqi dan wiqayah yang berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi. Adapun secara terminologis, kata “taqwa” berarti menjalankan apa yang diperintahankan oleh Allah dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya atau  sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama islam. Taqwa secara bahasa berarti penjagaan/ perlindungan yang membentengi manusia dari hal-hal yang menakutkan dan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, orang yang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan mengerjakanperintah-Nya dan tidak melanggar larangan-Nya kerena takut terjerumus ke dalam perbuatan dosa.  Allah swt berfirman:(Q.S.Ali Imran [3]:102)

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.
Taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat salah dan melakukan kejahatan pada orang lain, diri sendiri dan lingkungannya.

3

B.   Makna Taqwa
Dalam Al-Quran hanya terdapat satu ayat yang secara eksplisit menyebut kata haqiq (haqiqat), tapi ada 227 ayat yang tafsirnya lain, akan tetapi memiliki hakikat yang sama dengan hakikat. Diantaranya :
1.  “Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya; dan jangan sekali-kali kamu mati, melainkan dalam keadaan beragama islam” (Q.S. Ali Imran 102).
2. “Apa yang telah kami ciptakan itulah yang benar, yang datang dari tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang yang ragu-ragu” (Q.S. 3:60).
3. “Sesungguhnya manusia betul-betul berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan saling menasehati tentang haq (kebenaran) dan kesabaran”. (Q.S. Al-‘Ashri : 1-3).
Mayoritas ulama tafsir berpendapat, ayat pertama di atas mansukh (dihapus), atau tabdil (hukumnya diubah) dengan ayat “fattaqullah mastatha’tum” (bertaqwalah kepada Allah sesuai kesanggupanmu) (Q.S. Al-Taghabun: 16).
Pada mulanya, ketika ayat di atas (hakikat taqwa) turun, banyak diantara para sahabat yang gelisah, karena hakikat berarti taat yang terus menerus, tidak pernah mendurhakai, syukur secara terus menerus dan tidak pernah mengingkari, mengingat terus dan tidak pernah melupakan-Nya. Kemudian sahabat itu berkata, tidak mungkin seorang hamba mampu bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa (hakikatnya) sesuai bunyi ayat di atas.
4

Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan.
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at, bukan dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah).




5


1.      Hubungan dengan Allah SWT
Seorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada Allah SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat sehingga kita dapat menghindari dari kejahatan dan kemunkaran serta membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sunguh-sungguh dan ikhlas seperti mendirikan shalat dengan khusyuk sehingga dapat memberikan warna dalam kehidupan kita, melaksanakan puasa dengan ikhlas dapat melahirkan kesabaran dan pengendalian diri, menunaikan zakat dapat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan kita dari ketamakan. Dan hati yang dapat mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari takabur dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Segala perintah-perintah Allah tersebut ditetapkannya bukan untuk kepentingan Allah sendiri melainkan merupakan untuk keselamatan manusia.
Ketaqwaan kepada Allah dapat dilakukan dengan cara beriman kepada Allah menurut cara-cara yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia, seperti yang terdapat dalam surat Ali-imran ayat 138 yang artinya:
inilah (Al-quran) suatu ketenangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa “. (QS. Ali-imran 3:138)





6

Manusia juga harus beribadah kepada Allah dengan menjalankan shalat lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa selama sebulan penuh dalam setahun, melakukan ibadah haji sekali dalam seumur hidup, semua itu kita lakukan menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Sebagaihamba Allah sudah sepatutnya kita bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya, bersabar dalam menerima segala cobaan yang diberikan oleh Allah serta memohon ampun atas segala dosa yang telah dilakukan.
2.      Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Selain kita harus bertaqwa kepada Allah dan berhubungan baik dengan sesama serta lingkungannya, manusia juga harus bisa menjaga hati nuraninya dengan baik seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri dll. Selain itu manusia juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya karena tak banyak diantara umat manusia yang tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya sehingga semasa hidupnya hanya menjadi budak nafsu belaka seperti yang tertulis dalam Al-quran Surat Yusuf ayat 53 yang artinya:
Dan aku tidak membebaskan diriku (berbuat kesalahan), sesungguhnya nafsu itu menyuruh kepada kejahatan, kecuali siapa yang diberi rahmat oleh tuhanku. Sesungguhnya tuhanku maha pengampum lagi maha penyayang”. (QS. Yusuf 12:53)
Maka dari itu umat manusia harus bertaqwa kepada Allah dan diri sendiri agar mampu mengendalikan hawa nafsu tersebut.


7

Taqwa dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri melahirkan sikap –sikap tertentu antara lain:
1) Al-amanah, yaitu setia dan dapat dipercaya
2) Al-shidiq, yaitu benar dan jujur
3) Al-adil, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya
4) Al-‘iffah, yaitu menjag dan memelihara kehormatan diri
5) Al- haya, yaitu merasamalu terhadap Allah dan diri sendiri, apabila membuat pelanggaran hukum atau norma
6) Al-quwwah, yaitu kekuatan fisik, jiwa,semangat
7) Al-shabr, yaitu sabar ketika harus melaksanakan perintah, menghindari larangan, dan ketika ditimpa musibah
 Ketaqwaan terhadap diri sendiri dapat ditandai dengan ciri-ciri, antara lain : Sabar, Tawaqal, Syukur, dan Berani.
Sebagai umat manusia kita harus bersikap sabar dalam menerima apa saja yang datang kepada dirinya, baik perintah, larangan maupun musibah. Sabar dalam menjalani segala perintah Allah karena dalam pelaksanaan perintah tersebut terdapat upaya untuk mengendalikan diri agar perintah itu bisa dilaksanakan dengan baik. Selain bersabar, manusia juga harus selalu berusaha dalam menjalankan segala sesuatu dan menyerahkan hasilnya kepada Allah (tawaqal) karena umat manusia hanya bisa berencana tetapi Allah yang menentukan, serta selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah dan berani dalam menghadapi resiko dari seemua perbuatan yang telah ditentukan.
8

3.      Hubungan manusia dengan manusia
Agama islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan, kebangasaan dll. Semua konsep tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berhubungan dengan manusia dengan manusia (hablum minannas) atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan, manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka hidup berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dan bernegara. Mereka saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia dirsebut sebagai makhluk social. Maka tak ada tempatnya diantara mereka saling membanggakan dan menyombongkan diri., sebab kelebihan suatu kaum tidak terletak pada kekuatannya, harkat dan martabatnya, ataupun dari jenis kelaminnya karena bagaimanapun semua manusia sama derajatnya dimata allah, yang membedakannya adalah ketaqwaannya. Artinya orang yang paling bertaqwa adalah orang yang paling mulia disisi allah swt.
Hubungan dengan allah menjadi dasar bagi hubungan sesama manusia. Hubungan antara manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya hidupnya yang selaras dengan nilai dan norma agama, selain itu sikap taqwa juga tercemin dalam bentuk kesediaan untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan keberpihakan pada kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu orang yang bertaqwa akan menjadi motor penggerak, gotong royong dan kerja sama dalam segala bentuk kebaikan dan kebijakan.


9

Surat Al-baqarah ayat 177:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatukebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada allah, hari kemudian, malaikat, kitab, nabi, danmemberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, oaring miskin, musafir(yangmemerlukan pertolongan), dan orang-orangyang meminta-minta, dan (merdekakanlah)hamba sahaya, mendirikan shalat danmenunaikan zakat. Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang yang bersabar dalam kesempatan, penderitaan, dan dalam peperangan. Merekaitulah orang yang benar(imannya)mereka itulah orang yang bertaqwa. (Al- baqarah 2:177).
Dijelaskan bahwa ciri-ciri orang bertaqwa ialah orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat dan kitab Allah. Aspek tersebut merupakan dasar keyakinan yang dimiliki orang yang bertaqwa dan dasar hubungan dengan Allah. Selanjutnya Allah menggambarkan hubungan kemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta dan orang-orang menepati janji. Dalam ayat ini Allah menggambarkan dengan jelas dan indah, bukan saja karena aspek tenggang rasa terhadap sesama manusia dijelaskan secara terurai, yaitu siapa saja yang mesti diberi tenggang rasa, tetapi juga mengeluarkan harta diposisikan antar aspek keimanan dan shalat.
4.      Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup
Hubungan manusia dengan alam lingkungan hidup Islam menempatkan manusia dalam konteks ruang dan waktu, karena itu Islam mengatur hubungan manusia dengan dua aspek tersebut.
10

Dalam konteks keruangan, Islam menata hubungan manusia dengan alam secara  harmonis dan seimbang dengan meletakan Allah sebagai sumber dan pemilik mutlak. Penempatan Allah sebagai Pemilik Mutlak menjadikan pemilikan alam oleh manusia menjadi relatif dan sementara yang mengandung konsekuensi dalam bentuk tanggung jawab. Alam disediakan Allah sebagai bekal agar manusia dapat bertahan dan mempertahankan hidupnya di tengah alam semesta. Karena manusia sebagai makhluk fisik perlu memenuhi kebutuhan hidupnya seperti makan dan minum dari bahan-bahan yang terdapat di alam. Manusia mengolah alam dengan menggunakan potensi akal yang dimilikinya sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi. Akan tetapi akal manusia tidak bisa memecahkan segalanya, karena itu ia memerlukan petunjuk Tuhan. Akal mendorong manusia mengembangkan kemampuan mengolah dan memanfaatkan alam untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, sedangkan wahyu difungsikan sebagai pembimbing dan pengarah agar manusia tidak melampaui batas-batas pemilikannya sesuai dengan peraturan Allah. Pelanggaran terhadap peraturan Allah bukan saja melahirkan dosa secara spiritual, tetapi juga mengakibatkan kecelakaan dan kebinasaan manusia itu sendiri di tengah alam. Melalui wahyu, Allah menggariskan batas pemanfaatan alam agar manusia tetap mampu mempertahankan hidupnya secara lestari dari generasi ke generasi secara terus menerus. Dasar pemanfaatan alam dalam ajaran Islam tidak terlepas dari misi risalah, yaitu “rahmatan lil’alamin” memberikan rahmat kepada seluruh alam.


11

Memberikan rahmat kepada alam diaplikasikan dengan cara memandang alam bukan semata-mata untuk kepentingan manusia saja, tetapi juga untuk kepentingan alam itu sendiri sehingga keutuhan dan kelestariannya dapat terjaga dengan baik. Dalam hubungannya dengan alam, Ishlah diaplikasikan dalam bentuk perbaikan (rehabilitasi) dan pemeliharaan (konservasi) alam sebagai wujud tanggung jawabnya. Pemanfaatan alam oleh manusia mengakibatkan kerusakan pada alam, karena itu tanggung jawabnya adalah dengan melakukan perbaikan terhadap kerusakan yang ditimbulkannya, seperti penanaman kembali hutan yang gundul dan sebagainya. Demikian pula pemeliharaan terhadap alam dilakukan dengan memelihara dan mempertahankan keutuhannya, seperti mengembalikan hewan-hewan yang ditangkap
kepada habitatnya. Sebagian makna islah dalam Alquran berkaitan dengan memperbaiki suatu kesalahan yang dilakukan terhadap lingkungan, termasuk diantaranya lingkungan alam. Manusia sebagai makhluk fisik, memiliki kebutuhan untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya di muka bumi. Kebutuhan hidup tersebut menyangkut makanan, minuman, pakaian, perumahan, dan sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, alam menyediakan bahan- bahan dasar yang dapat diolah untuk menghasilkan dan memenuhi kebutuhan manusia. Dalam hubungan inilah biasanya terjadi kontak manusia dengan alam lingkungannya dengan memanfaatkan dan membudidayakannya. Sebagai makhluk yang berakal, manusia memiliki kemampuan untuk membuat perubahan-perubahan terhadap lingkungannya sehingga bahan-bahan yang disediakan alam dirubah menjadi barang keperluan hidup.


12

Dalam kontak manusia dengan alam, terjadi perubahan-perubahan pada manusia dan alam itu sendiri. Setiap perubahan membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu, baik yang bersifat positif maupun negatif. Perubahan yang bersifat positif adalah perubahan yang saling menguntungkan antara manusia dengan alam. Karena itu, hubungan baik dengan alam adalah hubungan antara manusia dengan alam yang ditata secara seimbang antara pemenuhan kebutuhan manusia dengan kebutuhan alam itu sendiri. Alam merupakan sistem yang telah ditata menurut hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah atas alam (sunnatullah) secara seimbang (tawazun) sehingga terjadi suatu kesatuan yang sistemik di antara unsur-unsur alam itu. Dalam kontak manusia dengan alam, kesatuan sistemik dalam alam itu seringkali terganggu sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada alam yang dapat merugikan manusia dan alam itu sendiri. Dalam hubungan ini, manusia dengan alam memerlukan hubungan yang harmonis dan seimbang sehingga kedua belah pihak dapat memperoleh keuntungan. Manusia yang memandang alam semata-mata sebagai obyek akan memanfaatkan alam tanpa memikirkan akibat-akibat yang ditimbulkannya berupa kerusakan alam. Karena itu, hubungan manusia dengan alam menjadi penting dan menentukan masa depan manusia dan alam itu sendiri. Perubahan yang dilakukan oleh manusia apabila direncanakan dengan baik, dipikirkan secara sistematis, dan dilaksanakan secara konsisten, maka perubahan tersebut dapat berakibat positif dan seringkali disebut sebagai proses pembangunan. Pembangunan adalah perubahan yang berorientasi kepada kebaikan untuk manusia dan alam.


13

Kebaikan untuk manusia dalam bentuk peningkatan kualitas dan kesejahteraan hidup, sedangkan kebaikan untuk alam adalah terpelihara dan lestarinya sumber daya alam. Hubungan antara manusia dengan lingkungan alam tempat tinggalnya digambarkan para ahli lingkungan sebagai hubungan yang saling menunjang dan mempengaruhi. Manusia memperoleh manfaat dari lingkungan alam seperti udara yang sehat, hutan yang lebat, dan air yang jernih dan sehat.
Sumber daya alam apabila digunakan secara bertanggung jawab manfaatnya akan berlangsung lama. Sikap yang bertanggung jawab terhadap lingkungan merupakan realisasi dari islah terhadap alam. Taqwa dalam kaitan hubungan dengan alam berkaitan pula dengan perbaikan alam yang telah rusak sebagai akibat kesalahan manusia dalam memanfaatkannya, seperti hutan yang gundul akibat ekploitasi hutan yang tanpa batas. Taqwa di sini, diwujudkan dalam bentuk reboisasi dan renovasi lingkungan sehingga lingkungan alam kembali berfungsi seperti semula dan mendatangkan manfaat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Berdasarkan pemahaman di atas, nampaklah bahwa perilaku taqwa dalam hubungan dengan lingkungan alam, baik melalui konservasi maupun renovasi akan mendatangkan kesejahteraan bagi manusia. Dalam kaitan dengan alam, perilaku taqwa dapat dilawankan dengan fasid yang berarti rusak, baik dalam konteks kerusakan fisik maupun non-fisik. Allah menganjurkan agar manusia menjaga dan memelihara lingkungan alam yang ada di sekelilingnya, baik di daratan maupun lautan. Kerusakan
lingkungan alam lebih banyak disebabkan karena manusia tidak mampu membatasi keinginannya atau menahan hawa nafsunya untuk menguasai atau memiliki sesuatu.
14

Dominasi manusia terhadap lingkungan alam tidak terjadi sama dan merata di permukaan bumi, karena dipengaruhi oleh seberapa jauh kelompok manusia itu telah mengembangkan budaya dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). IPTEK dapat meningkatkan kesejahteraan manusia, tetapi bersamaan dengan itu membawa pula dampak bagi kelestarian alam. Kerusakan lingkungan telah diisyaratkan Alquran sebagai akibat perbuatan manusia yang tanpa batas:


Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(QS. Ar-Rum, 30:41)
Allah telah mengatur tata kehidupan ini dengan harmonis, tetapi manusia tidak puas dengan keadaan itu. Adanya kerakusan dan ketamakan dalam mencapai kepuasan material, manusia tidak segan-segan membuat kerusakan terhadap alam sekitarnya. Berpacunya teknologi seiring dengan tumbuhnya industri yang membutuhkan sumber alam yang langka (terbatas) telah meninggalkan dampak kerugian bagi umat manusia sekarang dan generasi yang akan datang. Pengurasan sumber alam, polusi udara, air dan udara adalah indikator teknologi saat ini yang merupakan biaya kemanusiaan yang tidak bisa diukur secara kuantitatif. Dengan demikian taqwa dalam hubungan dengan alam diungkapkan dalam bentuk kepedulian terhadap lingkungan hidup, memelihara dan melestarikannya.Pemanfaatan alam sebagai pemenuhan kebutuhan manusia dilakukan secara bertanggung jawab. Hal ini merupakan amanat Allah yang melekat pada kekhalifahan manusia di muka bumi.
15

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-yat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS.7:96)

Ciri- ciri Orang Taqwa Menurut Al-qur'an
a.      Surat al baqarah 2 - 5 :Al Kitab ini (Al Quran) adalah petunjuk buat orang yang bertaqwa, dengan ciri sebagai berikut:
Ø  Beriman pada yang ghaib
Ø  Mendirikan salat
Ø  Menafkahkan sebagaian rezeki yang ALlah kurniakan kepadanya
Ø  Beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad saw) dan sebelum mu.
Ø  Yakin kepada hari akhirat
Setiap manusia tak kira agama apapun memungkinkan untuk menjadi insan yang taqwa, Mendirikan salat misalnya, Dalam bahasa melayu "salat" disebutnya juga sembahyang.Setiap agama mengajarkan sembahyang, Hanya cara, metoda, waktu dan tempat yang berbeda-beda.
b.      Surat Al baqarah 177, Mereka itulah orang-orang yang benar  dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa dengan ciri-ciri sbb :
Ø  Beriman kepada Allah,hari akhirat,malaikat-malaikat,kitab-kitab,nabi-nabi.
Ø  Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat,anak-anak yatim,orang-orang miskin,musafir (orang dalam perjalanan),orang yang meminta-minta.

16

Ø  Membebaskan perbudakan
Ø  Mendirikan salat
Ø  Menunaikan zakat
Ø  Memenuhi janji bila berjanji
Ø  Bersabar dalam dalam kesengsaraan,penderitaan dan dalam waktu peperangan.

c.      Surat Aali 'Imraan 133 - 135, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu :
Ø  Orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada waktu lapang maupun sempit
Ø  Orang-orang yang menahan amarahnya
Ø  Orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain
Ø  Dan (juga) orang-orang yang apabila berbuat keji atau zalim terhadap dirinya, mereka ingat kepada Allah dan memohon ampun atas dosa-dosanya.
Ø  Dan Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu.








17

BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Ketaqwaan bermakna luas. Hal ini dapat diketahui dari definisi para ulama yang menerangkan bahwa ketakwaan ialah upaya seorang hamba membuat pelindung antara dirinya dengan sesuatu yang ia takuti. Dengan begitu, seorang hamba yang ingin bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, berarti ia ingin membangun pelindung antara dirinya dari Allah Azza wa Jalla yang ia takuti kemarahan dan kemurkaan-Nya, dengan melaksanakan amal ketaatan dan menjauhi larangan-Nya. Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim. Taqwa tidak hanya berhubungan dengan Allah swt, tetapi juga berhubungan dengan manusia dengan dirinya sendiri, antar sesama manusia, dan dengan Lingkungan Hidup.

B.     Saran
Sebagai umat muslim dan hamba Allah SWT, ada baiknya kita bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah Allah swt dan meninggalkan segala perbuatan dosa dan maksiat, baik yang kecil maupun yang besar. Mentaati dan mematuhi perintah Allah adalah kewajiban setiap muslim. Dan juga, seorang muslim yang bertakwa itu sebaiknya membersihkan dirinya dengan segala hal yang halal karena takut terperosok kepada hal yang haram.
18

DAFTAR PUSTAKA

Azra. Azumardi, Dr. Prof. Dkk, Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum: Jakarta. 2002

Cholid, M, Drs. M, M.Ag, dkk. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Bandung:STPDN Press, 2003

Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum Negeri,Penerbit.PT Ahsana Indah Kitab,Jakarta:1994

Nata, Abudin, H, Drs, M.A, dkk. Ensiklopedii Islam, Jakarta:PT.Ichtiar Baru Van Hoevem 1996

Husein, Mochtar. 2008. Hakikat Islam Sebuah Pengantar Meraih Islam Kaffah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Mufid AR, Ahmad. 2008.  Tanya Jawab Aqidah Islamiah. Yogyakarta : Insan Madani













19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar